Home / Artikel Peran Matematika dalam Kehidupan Sehari-hari

Peran Matematika dalam Kehidupan Sehari-hari

Peran Matematika dalam Kehidupan Sehari-hari

Tips Ketjeh

Kamis, 20 Juli 2017

Serunya bermain matematika bersama anak di rumah


Matematika bagi sebagian besar anak kadang menjadi momok tersendiri. Betapa tidak, hal pertama yang dikenalkan pada anak adalah deretan angka, rumus dan bilangan-bilangan tertentu yang memusingkan kepala. Belum lagi bila ditambah dengan tugas rumah yang berlembar-lembar. Lalu bertemu dengan guru matematika yang super duper galak atau tidak ramah anak. Itulah si matematika. Pengalaman 'ga suka' dengan matematika juga pernah singgah pada anak kami. Ini terlihat saat kami dan si bungsu mau mencari sekolah menengah pertama. Si sholihah ini hanya meminta satu persyaratan pada kami, emak tau apa itu syaratnya? "Bund, carikan aku sekolah yang ga ada matematikanya, ya". Kepala kami terus berputar. Sepertinya ada yang salah pada kami saat mengenalkan matematika pada si bungsu. Namun usut punya usut ternyata saat kelas SD, ia pernah berteman dengan teman yang memang tidak suka dengan matematika dan selalu disuarakan dengan keras. Mungkin hal ini sedikit terpatri dan berpengaruh pada anak kami. Mungkin juga cara kami menjelaskan pun berpengaruh pada si bungsu. Entahlah. Yang jelas, tiga tahun lalu, kami harus menset ulang isi kepala si bungsu tentang matematika.

Singkat cerita, kami menyepakati satu sekolah pilihan kami bertiga, saya, ayah dan si bungsu. Jauh hari sebelum sekolah dimulai, saya sudah bertemu langsung dengan kepala sekolah dan menceritakan tentang problem si bungsu. Di rumah pun mengenalkan matematika dengan cara yang asyik yang tidak melulu harus ngotret di lembaran kertas. Tak terasa tiga tahun telah berlalu. Kekhawatirannya tentang si matematika banyak sekali berkurang. si bungsu mulai memahami bahwa matematika tak hanya bicara soal angka dan rumus, tapi lebih menarik dari itu. Bicara soal angka, nilai akademis matematikannya selalu mendapatkan nilai sangat baik. Bahkan kemarin UN pun begitu. Hingga mendapatkan NEM tertinggi di sekolahnya. Ini tak lepas dari peran seluruh anggota keluarga dan sekolah tentunya, dalam memupuk kembali setting makna matematika. Kami banyak belajar dari si bungsu. Bahwa mengajar, berarti belajar.

Bahwa matematika tak hanya melulu soal angka dan rumus. Matematika itu problem solving kehidupan dan kelogis-an dalam berfikir. Di setiap lini keseharian kita, selalu ada matematika. Itu yang kami kenalkan kembali pada si bungsu. Bahwa menyelesaikan dan mendamaikan permasalahan teman adalah matematika. Bahwa melipat dan mengklasifikasikan baju di lemari pakaian itu adalah matematika. Bahwa memotong beberapa bagian bolu keju kesukaannya juga adalah matematika. Ya, mungkin selama ini kami salah mengenalkan sesuatu diawali dengan setumpuk rumus seperti halnya yang saya dapatkan di sekolah dulu. Mungkin ini yang kemudian juga mempengaruhi si bungsu tidak suka dengan matematika saat itu. Entahlah.

Saya bersyukur bertemu dengan Institut Ibu Profesional. Yang selalu memberikan warna dan tantangan baru dalam berkeluarga. Salah satunya adalah saat ini saya sedang menerima tantangan tentang asyiknya menemukan matematika dalam kegiatan sehari-hari. Artinya, ini seperti kami kembali ke masa lalu.


Baiklah, mulai besok, saya akan berbagi sedikit keseruan kami dalam mengenalkan matematika pada anak. Belum sempurna memang, tapi kalau tidak disimpan proses perjalanannya dalam sebuah tulisan ini, kapan lagi kami akan berubah dan mengevaluasi diri?


Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar

Jejaring Sosial