10 Alasan Mengapa Harus Mengenalkan Fitrah Seksualitas pada Anak

10 Alasan Mengapa Harus Mengenalkan Fitrah Seksualitas pada Anak

Alasan ke 2-tingginya kasus perceraian, sosial patriaki & pornografi


Diskusi berlanjut di hari kedua. Kali ini lebih fakta yang dimunculkan adalah tingginya kasus perceraian di Indonesia. Bayangkan, mak, dari 2 juta pernikahan, ada sekitar 314.967 kasus perceraian!. Lebih tepatnya ada 15.7% itu kasus perceraian terjadi. Ngeri.  Tak hanya perceraian, sistem sosial patriaki pun juga muncul. Di mana laki-laki memiliki otoritas utama sehingga menyebabkan penindasan terhadap kaum perempuan.  Dan yang ketiga adalah terkait pornografiM. Riezam (2014) melakukan penelitian tentang perilaku seksual remaja di Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini adalah :


Hampir semua responden (94,52%) menyatakan pernah mengalami rangsangan seksual dengan spesifikasi sebagai berikut; 92, 76 % menyukai film porno 46,58 % karena melihat goyang dangdut, 83,56% karena melihat bacaan porno, dan 61,65 % di diskotik.


Penelitian lebih lanjut tentang perilaku seksual remaja adalah 77,78% respponden menyatakan pacaran dan menginginkan suasana khusus dengan membayangkan hubungan intim suami istri, sedangkan 28,98 % responden PERNAH melakukan hubungan suami istri.


Astagfirullahal'adzim. Semoga Allah selalu melindungi keluarga kita.


Kemudian muncul pertanyaan, mengapa begitu banyak kekerasan pada wanita ?

Mengapa para remaja dg mudah melakukan seks bebas?

Mengapa saat ini menjadi pasangan Lesbian dan homeseks menjadi suatu kebanggaan bagi generasi muda kita?

Kira-kira penyebabnya apa saja?

Salah satu penyebabnya adalah fitrah seksualitas yang tidak berkembang, di mana yang paling berperan dalam perkembangan fitrah seksualitas anak adalah KITA. ORANG TUA.


img-1515594434.jpg


Pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hal ini artinya manusia dilahirkan dalam keadaan sama-sama lemah meskipun masing-masing individu menyimpan potensi yang sangat besar. Namun, bukan berarti manusia ketika dilahirkan seperti kertas putih yang kosong seperti yang dikatakan John Lock, karena manusia memiliki potensi yang berupa kecenderungan-kecenderungan tertentu yang menyangkut daya nalar, mental, maupun psikis yang berbeda-beda jenis dan tingkatannya. 


Fitrah setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini, akan mampu berkembang menuju pada keadaan yang lebih baik, tanpa memandang lingkungan individu maupun sosialnya. Karena pada hakikatnya, setiap manusia bercita-cita untuk mencapai kesempurnaan diri sesuai dengan sifat kelembutan dan kecerdasan intelektualnya. (Syamsudin. 1996.Pendidikan Kelamin dalam Islam, Semarang : Ramadhani)


Seksualitas adalah sebuah proses sosial yang dikonstruksikan secara sosial (the social constructed expression of erotic desire) menciptakan dan mengarahkan hasrat atau birahi, yang pada dasarnya bersifat positif dalam hidup manusia. Seks merupakan sumber peradaban manusia, tanpa adanya dorongan seksual, kehidupan manusia tak bisa berlangsung sampai saat ini. Dalam kajian gender, seksualitas tidak terkait dengan faktor-faktor biologis, melainkan faktor-faktor sosial. Yaitu terjadinya diferensiasi peran laki-laki dan perempuan .


Fitrah seksualitas adalah bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bersikap sesuai dengan fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati. Pendidikan fitrah seksualitas tentu berbeda dengan pendidikan seks.

Memulai pendidikan fitrah seksualitas tentu pada awalnya tidak langsung mengenalkan anak pada aktivitas seksual.


Apa yg bisa kita lakukan untuk menghadapi tantangan2 tersebut?

Untuk menjawab tantangan yang saat ini marak dalam masyarakat, Peran apa yg bisa kita lakukan?

Internal

Pendidikan fitrah seksualitas harus diterapkan sejak dini pada anak-anak kita. 


Ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai pada pendidikan fitrah seksualitas. 


1. Membuat anak mengerti tentang identitas seksualnya.

a. Indikatornya :

Anak bisa memahami bahwa dia itu laki-laki ataupun perempuan.

Anak sudah harus bisa memastikan identitas seksualnya sejak berusia tiga tahun. 

Orangtua mengenalkan organ seksual yang dimiliki oleh anak. Ada baiknya dikenalkan dengan nama ilmiahnya, misalnya vagina pada perempuan atau penis pada laki-laki. 


2. Mengenali peran seksualitas yang ada pada dirinya.

Anak mampu menempatkan dirinya sesuai peran seksualitasnya. Seperti cara berbicara, cara berpakaian atau merasa, berpikir dan bertindak.


3. Mengajarkan anak untuk melindungi dirinya dari kejahatan seksual.

Ketika anak sudah lancar berbicara dan mulai beraktivitas dengan teman-temannya di luar rumah, maka orangtua perlu mengajarkan tentang area pribadi tubuhnya. Area pribadi tubuh adalah bagian tubuh yang tidak boleh dipegang oleh orang lain, kecuali untuk pemeriksaan atau untuk dibersihkan.

Hanya orangtua ataupun dokter yang boleh memegang area pribadi ini.

Ada empat area pribadi yaitu anus, kemaluan, payudara dan mulut.

Dengan demikian anak akan waspada kepada pihak-pihak yang akan melakukan kejahatan seksual padanya.

Simak video keren ini, ajarkan dan perlihatkan pada anak kita. Mana anggota tubuh yang boleh disentuh, mana yang tidak.


 


Eksternal

Jadi kontrol sosial yang peduli dengan lingkungan sekitar dengan cara yang lembut dan santun.


Berikut media yang bisa digunakan kita, orang tua, untuk mengenalkan seksualitas pada anak:


1. Mewarnai

img-1515594790.jpg

2. Gunakan pertanyaan "ini untuk laki-laki atau perempuan ya" sambil menunjuk bendanya.


img-1515594899.jpg


3. Gunakan pertanyaan, "ini dipakai laki-laki atau perempuan?"


 img-1515594941.jpg


Ini dia sederhananya saat emak ngobrol dengan anak :


img-1515595661.jpg


Lalu bagaimana caranya membangkitkan fitrah seksualitas pada anak?

Membangkitkan fitrah seksualitas  pada anak berbeda menurut tahap usia anak. (Harry Santosa, Fitrah Based Education)

A. Tahap Pra Latih.

Usia 0-2 Tahun.

Anak harus dekat dengan ibu.  
Ibu menyusui anaknya. Menyusui bukan sekedar memberi ASI. Artinya ketika menyusui ibu memberikan perhatian secara penuh kepada anaknya.
Tidak melakukan aktifitas lainnya saat menyusui.


Usia 3-6 tahun.
Anak harus dekat dengan kedua orangtuanya. Sosok ayah dan ibu harus hadir agar anak memiliki keseimbangan emosional dan rasional. Kedekatan kedua orangtua akan membuat anak secara imaji mampu membedakan sosok laki-laki dan perempuan.


B. Tahap Pre Aqil Baligh 1 (7-10 tahun).

Pada usia ini anak laki-laki lebih didekatkan kepada ayah. Mengapa? Karena usia ini egosentris anak bergeser ke sosio sentris. Ayah membimbing anak lelakinya untuk memahami peran sosialnya. 

Caranya :

1. Ayah mengajak anak lelakinya berjamaah di masjid. 
2. Bongkar pasang mesin2 di rumah bersama. 
3. Cuci mobil bersama anak laki2nya

Ibu dan anak perempuannya?
1. Membuat makanan kesukaan anak bersama. 
2. Belajar menjahit,  membuat pita, bandana,  menyulam, dsb. 
3. Ibu menjelskan tentang menstruasi, peran wanita yang kelak menjadi ibu, dan sebagainya. 


C. Tahap Pre Aqil Baligh 2 ( 11-14).

Usia ini adalah puncak perkembangan Fitrah Seksualitas. Pada usia ini anak laki-laki akan mengalami mimpi basah, sedangkan anak perempuan akan mengalami menstruasi. Mereka juga mulai memiliki ketertarikan pada lawan jenis. 

Berikan mereka kamar terpisah.

Di usia ini anak laki-laki harus lebih dekat pada ibunya. Tujuannya, agar dia mampu memahami dan memperhatikan lawan jenisnya melalui kacamata perempuan.
Sehingga kelak dia akan tumbuh sebagai laki-laki yang bertanggungjawab dan penuh kasih sayang.

Anak perempuan pada usia ini harus lebih dekat dengan ayahnya. Ayah menjadi cinta pertamanya.Ayah menjadi sosok ideal dimatanya. Menjadi tempat mencurahkan segala keluh kesah. Kedekatan ini membuat anak perempuan bisa memahami bagaimana laki-laki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan sesuai persepsi laki-laki.


Pasca usia 14 tahun anak bukan lagi anak. Mereka adalah individu yang setara.
Tugas orangtua sudah selesai di usia ini. Sebab jumhur ulama sepakat usia 15 thn adalah usia aqil baligh. Anak sudah bertanggungjawab pada dirinya sendiri.

Semoga Allah selalu menjaga anak-anak kita ya mak.

Sumber : https://azkail.com/10-alasan-mengapa-harus-mengenalkan-fitrah-seksualitas-pada-anak-detail-58516?page=2