17 Cara berkomunikasi dengan remaja

17 Cara berkomunikasi dengan remaja

Day 13-Ambil Hikmah Selalu



Sudah beberapa hari ini cah ayu mengajak kami untuk makan mie rebus Aceh. Sudah kayak orang ngidam, kepengeen banget bund. hahaha. Ya, lidah anak-anak bisa dibawa kemana-mana, menu apa saja mudah, termasuk menu sumatera. Namun selalu saja waktunya belum ketemu untuk makan di luar lagi.  Singkat cerita, akhirnya kami memutuskan kemarin berbuka puasanya di rumah makan Aceh di sekitar Warung Jambu, Bogor. Rumah makannya sederhana namun resik. Semua menu Aceh, tersedia di rumah makan ini. Duduk di baris kedua menjadi pilihan kami. Lokasi yang tidak terlalu ke bagian dalam, jadi masih dapat sejuknya Bogor di antara rintik hujan saat itu. 

Cah ayu mulai menuliskan menu pilihan kami. Karena menu Sumatera identik dengan rasa pedas, maka cah ayu menambahkan keterangan pada menu pilhannya dengan simbol tanda silang pedas (maksudnya tidak pedas).  Seperti biasa, sambil menunggu hidangan datang, kami mulai berkomunikasi dengan santai. Dimulai dengan menceritakan apa yang dilakukan hari ini saat di sekolah, tentang progres projeknya masing-masing.

Tak lama, hidangan pun datang. Wuiih, asap putih menguap di atas piring mie rebus dan mie goreng Aceh. Membuat wang rempahnya menyeruak di sekitar kami. Sedap sekali sepertinya.  "Mantab nih"  kata cah ayu. Satu piring besar, mie lidi, begitu kami menyebutnya, terlihat nikmat di tutupi udang dan cumi dalam potongan besar. Irisan daun bawang dan tomat merah menambah rasa ingin segera menyantapnya makin tinggi. Mak tahu, warna kuahnya yang sedikit merah menggoda ditambah lagi beberapa krupuk emping tersaji di depan mata, apa ga kepengen segera melahap, mak? Sambil mengaduk-aduk mie rebus seafood pesanannya, cah ayu mulai menyeruput kuahnya. "Slruuupp." Matanya langsung terbelalak, alis kanan kiri terangkat dan mulut mulai terbuka mengambil udara panjang. Tanda ia kepedesan, mak. Hihihi.

"Pedes, de? kok sampai seperti itu wajahnya?" tanya kakaknya.
"Iya, kok pedes ya? aku kan nulisnya tidak pedas." sanggah cah ayu.
Saya kemudian mengingatkannya tentang 'tanda silang' yang ia berikan di kolom menunya. Bahwa tidak semua orang faham dengan cara penulisan seperti itu. 
"Harusnya udah ngerti kali, bund. Tanda silang itu artinya tidak. kalau tanda silang lalu pedas, berarti kan "tidak pedas' . Duh, gimana sih nih abangnya." dia pun merengut.
"Jadi sekarang, menurut Ade, makanan bagaimana nasibnya ya?" 
"Ya udah, aku coba deh." Walau dalam hati emaknya, kasian juga, buka puasa langsung makan yang pedas-pedas. Aih, minimal ia mau mencoba bertanggung jawab atas apa yang dipilihnya. 

Dan betul saja, tak sampai 5 menit, cah ayu menyerah melanjutkan makan mie rebus pesanannya. 

"Bun, aku ga kuat pedes dan panasnya, boleh kah aku pesen lagi yang sama tapi ga pedes?  yang ini untuk ayah aja, ayah kan belum pesen." Sorot matanya jujur, meminta dengan sungguh-sungguh. Saya menyetujui.

"Oke, terima kasih ya De sudah bertanggung jawab mencoba pilihan menunya sendiri. Jadi ini buat ayah ya, Ade pesen lagi sendiri, dengan kata-kata yang bisa difahami orang lain." Jawab saya sambil tersenyum.

"Iya, aku ngiranya, abang-abang itu ngerti lah, bun. Hehe. Ternyata enggak. Itu kan biasa kali kalu kita males nulis panjang-panjang, jadinya cukup pakai simbol aja. " Dan akhirnya ia pun pesan sendiri ke kokinya. Kali ini secara lisan, mak. Hihihi..

Buat anak seusia mereka, kadang langsung mengingatkan 'apa yang sebaiknya dilakukan' itu tak perlu diucapkan saat itu juga. Cukup ia merasakan 'kesalahan' itu sendiri sebagai pengalaman langsung yang ia rasakan. Ini jauh lebih mengena. Ia faham dan belajar langsung dari kesalahan yang telah diperbuat dan faham apa akibatnya bagi diri sendiri. Ga perlu juga kita tambahkan di akhir dengan kalimat : "Tuh, kan, apa bunda bilang... bla bla bla..."  Duh, kalau kalimat ini yang keluar, bisa runyam, ngambek, pundung bin cemberut deh ke saya. 

Dan di akhir makan malam itu, saya cuma bertanya, "Jadi menurut Adek, kenapa si Abang itu ga faham tanda silang itu ya?". Tahukah mak apa jawabannya? "Ya, karena kita beda generasi aja bun. Dia generasi X dan aku generasi millenial. Jadi aku harusnya tadi nulis menyesuaikan generasi si abang itu." 

Oke, case closed

Karena kita sama-sama belajar dan belajar sama-sama ya, de.

Sumber : https://azkail.com/17-cara-berkomunikasi-dengan-remaja-detail-57022?page=13