Home / Artikel Tiga Golongan Manusia dalam Merespon Al Quran

Tiga Golongan Manusia dalam Merespon Al Quran

Tiga Golongan Manusia dalam Merespon Al Quran

Cerita Emak

Sabtu, 04 Desember 2021

Al quran itu menakjubkan. Meski telah kita baca berulang-ulang kali, kita tetap akan menemukan permata yang tidak kita sadari sebelumnya.


Ya, Al quran adalah sebuah mukjizat yang Allah berikan kepada Rosullullah SAW sebagai Nabi dan utusan-Nya yang terakhir. Mukjizat yang paling dekat dan bisa kita rasakan hingga saat ini adalah terjaganya isi al quran sejak 1400-an yang lalu. Sebuah 'warisan' luar biasa tentang pedoman hidup bagi umat islam.


Bicara tentang sebuah warisan, pagi tadi saya dan beberapa ibu-ibu sekitar rumah, berkesempatan belajar bersama ustdz. Euis Sufi Jatiningsih. Kami belajar tentang golongan manusia dalam merespon al quran. Duh, dari temanya saja sudah bikin deg-degan dan mikir. Saya ada di golongan yang mana nanti ya? Emang ada golongan apa saja?


Pengajian bulanan kali ini baru saja dilakukan secara offline. Jadi seperti oase di padang pasir buat saya, akhirnya bisa belajar langsung tidak melalui layar datar lagi. 


Pengajian dibuka dengan gambaran awal di surat Faathir: 31-32. 

وَالَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ هُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِۗ اِنَّ اللّٰهَ بِعِبَادِهٖ لَخَبِيْرٌۢ بَصِيْرٌ

31. Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) yaitu Kitab (Al-Qur'an) itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Mengetahui, Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.

ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ ۚوَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ ۚوَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ

32. Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.



Pada ayat tersebut disebutkan bahwa Allah mewahyukan al quran kepada nabi Muhammad . Kemudian, al quran itu diwariskan kepada orang-orang yang Allah pilih dan seterusnya.


Bicara tentang waris mewariskan, bila kita mendapatkan harta warisan, itu artinya kita mendapatkan sesuatu yang berharga dari orang yang kita sayangi. Barang atau benda yang diwariskan pun tentu memiliki nilai yang berharga. Demikian juga orang yang menerima waris adalah orang yang terpilih. Nah, bayangkan saja kalau kita mendapatkan harta waris dari orang tua, misalnya. Tak hanya mendapatkan sesuatu yang sudah jadi dan berharga tetapi yang mendapatkan waris itu adalah orang-orang pilihan. Karena tidak semua orang bisa mendapatkan harga warisan tersebut. Sesuatu yang berharga bukan?


Nah, di ayat itu, al quran diwariskan kepada orang-orang yang terpilih dari hamba-hamba Nya. Pada artian ayat ini, saya kemudian berpikir, apakah saya termasuk orang-orang yang terpilih itu ? Duh, makin bergidik menyimak penjelasan ustadzah Euis tadi. Bagaimana tak bergidik. Karena penjelasan lebih jauh dikupas tuntas dari sisi kebahasaan dalam ayat tersebut dan makna yang terkandung di dalamnya. Perhatikan kata عِبَادِ pada ayat 32 yang ternyata memiliki makna berbeda dari عَبْدِ. Mengapa yang tertulis di ayat tersebut adalah عِبَادِ bukan عَبْدِ ?


Kata عِبَادِ dalam bahasa arab memiliki makna adanya pengakuan Allah bahwa kita tuh hamba-Nya. Jadi kita sebagai hambaNya, diakui langsung oleh Allah sebagai hamba pilihan, bukan hamba biasa.


Berbeda dengan kata عَبْدِ yang artinya hamba. 


Kita semua itu adalah hamba Allah. Tapi perkara hamba seperti apa yang diakui Allah sebagai hamba itulah yang kemudian akan mendapatkan warisan berupa al quran. Jadi, apakah kita hambanya Allah? Iya tentu saja kita adalah hamba Allah. Apakah kita adalah hamba yang diakui oleh Allah? Belum tentu. 


Pada ayat ke 32 tertulis عِبَادِنَاۚ ada kata ganti نَاۚ (kami) di situ yang bermakna tak sekedar kami namun Allah meminta keterlibatan kita sebagai manusia. Kami, kamu dan aku mengerjakan secara bersama-sama. Ga bisa hanya Allah saja yang melakukannya namun juga kita sebagai manusia, mau diakui oleh Allah tuh mau hamba yang seperti apa.  


Ayat ini maknanya dalem banget. Mengingatkan kita untuk terus merefleksikan diri tentang kesiapan amal ibadah . Melalui ayat ini kita diingatkan untuk terus memperbaiki dan memperbaiki diri lagi agar Allah memberikan rahmatnya dengan mengakui kita sebagai hamba pilihannya. Trus saya ngaca pada diri sendiri. Heloow, emang apa yang sudah kamu lakukan hingga saat ini terhadap al quran? Dibaca setiap hari ga? Diamalkan ga?Atau malah jadi pajangan rak buku aja? #plaakkk


Ok, kita lanjutkan ya


Ada kisah menarik yang beliau sampaikan terkait kata عِبَادِ. Kita semua tentu tahu ketika Hamzah, paman Nabi SAW syahid di perang Uhud. Namun kisah terkenal kematian Hamzah-nya justru mengangkat cerita tentang Hindun. Padahal ada sosok lain yang dari tombaknya lah Hamzah langsung syahid di tempat. Ingat kan ya tentang Hindun yang merobek dada Hamzah, mengambil jantung Hamzah, dimakan dan sebagian dikeringkan untuk dijadikan gantungan di leher Hindun. Saking bencinya itu Hindun pada Hamzah. Saat itu Hindun menghampiri Wahsyi, seorang laki-laki quroisy yang terkenal jago melempar tombak. Hindun meminta Wahsyi bin Harb al Habsyi melemparkan tombaknya ke Hamzah. Mereka berdua, Hindun dan Wahsyi ternyata memiliki dendam yang amat sangat pada Hamzah. Bagi Wahsyi, Hamzah adalah orang yang membunuh pamannya Wahsyi, Thu'aiman bin 'Adi.


Hingga kemudian saat Rosulullah tinggal di Madinah dan Wahsyi di Makkah, Wahsyi ingin memeluk agama islam. Ia pun mengirim surat pada Rosul atas keinginannya tersebut namun ragu karena QS al Furqon:68 yang artinya :

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).”


"Sedangkan saya telah melakukan dosa ketiga-tiganya", demikian keluh Wahsyi dalam suratnya. Lalu turunlah QS al Furqon:70 yang artinya :

“Kecuali orang-orang yang bertaubat beriman dan melakukan amal shaleh, maka kejahatan mereka Allah ganti dengan amal kebajikan.”


"Di ayat tersebut menyebutkan tentang amal saleh yang saya tidak tahu apakah saya mampu beramal saleh atau tidak".


Kemudian turun lagi sebuah surat yang menjawab pertanyaan Wahsyi dan disampaikan langsung oleh Rosulullah dalam surat balasannya. QS Annisa:111 yang artinya :

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan Dia dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki.”


Ternyata, Wahsyi masih merasa keberatan dengan ayat tersebut karena ia tidak tahu apakah Allah mengampuni dosa-sosanya atau tidak. Kemudian turun lagi QS az Zumar:53 yang artinya :

 قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

53. Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang


Di sini muncul kata عِبَادِيَ, sebuah pengakuan Allah kepada Wahsyi sebagai hamba pilihannya. Masya Allah. Padahal saat itu Wahsyi belum masuk islam, tapi karena kekhawatirannya akan dosa-dosa yang telah dilakukan, khawatir Allah tak mengampuni dosa-dosanya, ketulusannya untuk memeluk islam, Allah menggunakan kata عِبَادِيَkepada Wahsyi.


Saya perlu banget menuliskan detil proses dan ayat-ayat yang berkaitan dengan masuk islamnya Wahsyi. Sebagai bahan pelajaran untuk saya pribadi terutama tentang dosa yang telah dilakukan. Betapa seorang Wahsyi sangat merasa bertumpuk dosa yang ia kira tak akan diampuni. Bagaimana dengan kita?

Demikian makna dari kata عِبَادِيَ yang juga dicantumkan dalam ayat lain.

Kembali kepada tiga golongan manusia.

Jadi, apakah kita termasuk hamba (عِبَادِ) yang memang Allah akui atau tidak? Itu semua tergantung dari apa yang kita lakukan di dunia. Al quran diwariskan hanya kepada عِبَادِ yang terbagi menjadi tiga golongan di bawah ini:


1.  Hamba yang dzalim terhadap dirinya sendiri

Al quran telah datang kepada kita, namun kita tidak menjadikan al quran sebagai pedoman, kita tetap berbuat maksiat atau bahkan al quran hanya sebagai pajangan semata. Ini lah hamba yang dzalim terhadap dirinya sendiri.

Ustadzah Euis mengajarkan ada sebuah doa nabi Ibrahim AS yan bisa kita gunakan untuk doa sehari-hari. Sebagai orang tua, bermunajalah seperti yang nabi Ibrahim AS ajarkan agar menjadi orang tua yang sholih dan sholihah. Karena anak yang sholih dan sholihah itu lahir dari orang tua yang sholih dan sholihah. Perbaiki diri kita terlebih dahulu sebagai orang tua untuk mendapatkan keberkahan anak-anak yang sholih. Baca dan hapalkan QS Ay Syu’aro: 83-86

رَبِّ هَبْ لِيْ حُكْمًا وَّاَلْحِقْنِيْ بِالصّٰلِحِيْنَ ۙ

83. Ibrahim berdoa), “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh,

وَاجْعَلْ لِّيْ لِسَانَ صِدْقٍ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۙ

84. dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian,

وَاجْعَلْنِيْ مِنْ وَّرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيْمِ ۙ

85. dan jadikanlah aku termasuk orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan,

وَاغْفِرْ لِاَبِيْٓ اِنَّهٗ كَانَ مِنَ الضَّاۤلِّيْنَ ۙ

86. dan ampunilah ayahku, sesungguhnya dia termasuk orang yang sesat,


2. Hamba yang seimbang melakukan kebaikan dan keburukan.

Orang yang ahli ibadah tapi juga masih melakukan sedikit kemaksiatan. Saat beliau menjelaskan poin ini, beliau menceritakan tentang maraknya LGBT, lesbi, homo yang secara terang-terangan ada di lingkungan kota Bogor. Tidak lagi di area-area tertentu. Yang bikin saya bergidik adalah banyaknya aduan masyarakat bahwa ada seorang tokoh masyarakat, dikenal baik-baik namun telah -maaf- mensodomi anak-anak dalam jumlah yang fantastis. Semoga Allah menjaga kita dan anak-anak kita.


3. Hamba yang senang berlomba-lomba dalam kebaikan

Orang-orang yang ada dalam golongan ini adalah orang yang selalu berlomba untuk mengumpulkan kebaikan. Selalu ingin yang terdepan dalam kebaikan. Halal, haram dan mubahnya selalu diperhatikan dalam setiap melakukan kebaikan. Dan ingatlah selalu bila kita dipandang baik, hebat, keren dan sejenisnya di mata manusia, bahwa kita seperti ini tuh karena ijin Allah bukan karena kita hebat.


Setelah mengenal tiga macam golongan orang-orang dalam merespon al quran, kita ada di golongan yang mana kah sekarang?

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar

Jejaring Sosial