Home / Artikel Ajari Anak Bertanggung Jawab Terhadap Pakaiannya

Ajari Anak Bertanggung Jawab Terhadap Pakaiannya

Ajari Anak Bertanggung Jawab Terhadap Pakaiannya

Parenting

Senin, 11 Mei 2020

"Bajunya kok itu-itu aja? Ga ganti-ganti ya?"
"Punya berapa gamis warna marun sih, sepertinya kemarin lusa pakai gamis yang marun deh."
"Bajunya lucu dipadu padankan sama blazer. Beli di mana, mba?"
"Ini gamis baru ya? Baru lihat. Cantik ih."
"Bun, aku ga ada baju." Kata Kakak saat membuka lemari pakaiannya
"Ini kan kaos Adek, kok buat lap sih?"

---

Pernah mendapatkan komentar serupa kah, mak? Berarti ada yang memperhatikan kita. Mereka ngeh dengan apa yang tampak luar dari kita. Mereka sampai bertanya soal baju yang sudah digunakan. Bahkan sampai kenal warnanya. Malu? Ga kok, saya sih ga malu kalau dikomentarin gitu. Kan yang tahu kebersihan baju yang saya gunakan, ya saya sendiri. Tapi tahukah Anda, mak. Bahwa semua yang melekat dan menjadi bagian kita, kelak akan dimintai pertanggung jawabannya. Apa yang kita beli, apakah bermanfaat untuk kita atau justru malah menjadi pemborosan dan gaya semata.

 

Dulu, setiap saya membuka lemari, sering terpana. “Mau pakai baju yang mana ya?” atau kadang “Duh, ga ada kerudung yang pas dengan gamis ini nih.”  Padahal kerudungnya sekoper kecil kayaknya. Pernah juga ada beberapa kebaya yang hanya sekali pakai saat menjadi among tamu pernikahan saudara. Dipakai lagi kalau ada acara serupa, dan itu pun belum tentu setiap tahun ada dan digunakan. Atau saat berada di rumah, pakaian apa yang sering kita gunakan? Ah, biasanya yang itu-itu aja, ga jauh dari tiga potong pakaian yang sering digunakan. Biasanya walau sudah pudar warnanya, tetap kita pakai, karena semakin buluk semakin lemes bahannya, semakin enak. Bener apa beneer?


Bagaimana dengan pakaian anak-anak dan suami? Mungkin tak jauh berbeda. Saya semakin tersadar saat pandemi ini. Bahwa baju rumahan tuh, ya hanya itu-itu saja yang digunakan. Anak-anak pun demikian. Apalagi sudah dewasa dimana baju tak mungkin lagi saya yang menyiapkan. Dan betul, sehari-hari yang digunakan ga jauh berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Sepertinya, perlu kembali mengingatkan dir dan keluarga akan arti sebuah tanggung jawab kepemilikan sesuatu ya. Ini bisa menjadi reminder untuk saya probadi. Berapa banyak baju yang tidak digunakan lagi dalam lemari? Entah karena baju itu baju pemberian yang kalau diberikan lagi ke orang lain, kita merasa ga enak? Atau mungkin ada pakaian yang memiliki histori dalaaam banget. Dan ini menjadi alasan utama mengapa pakaian itu masih duduk manis di lemari.


Makin ke sini saya mulai tersadarkan bahwa ini akan menjadi bagian yang harus saya pertanggungjawabkan di akhirat nanti. 


Tahukan mak, berapa pakaian yang dimiliki Rosulullah?


Ada sebuah hadist yang menceritakan dari Mu'adz bin Anas, ia berkata :


مَنْ تَرَكَ اللِّبَاسِ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ

حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَىِّ حُلَلِ الإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا


Barangsiapa yang meninggalkan pakaian (yang bagus) disebabkan tawadhu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah, sedangkan ia sebenarnya mampu, niscaya Allah memanggilnya pada hari kiamat di hadapan segenap makhluk dan ia disuruh memilih jenis pakaian mana saja yang ia kehendaki untuk dikenakan.

(HR. Tirmidzi no. 2481 dan Ahmad 3: 439. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)- https://rumaysho.com 


Hadist di atas mengingatkan kita untuk bersikap tawadhu' di hadapan Allah. Bentuk tawadhu' dalam berpakaian bisa bermacam-macam. Salah satu contohnya adalah dengan berpakaian sederhana, tidak berlebih-lebihan. Sekali pun mungkin kita bisa membeli pakaian mahal, dengan memilih untuk bersikap sederhana artinya kita mampu merendahkan diri di hadapan sang pemilik kekayaan dan seluruh isinya ini. Toh pakaian mahal yang mungkin bisa dibeli itu, tak akan mampu membantu kita saat kematian datang, bukan? Hanya amalan baik saja yang bisa membantu kita menyelamatkan dari siksa kubur siksa neraka. Ya Robb, jauhkan kami dari siksa kubur dan siksa api neraka. Jadi, siapa sih yang ga mau dipanggil Allah lalu diminta untuk memilih pakaian yang kita inginkan kelak?


Adakah cara lain lagi agar kita bisa tawadhu' di hadapan Allah?



Ada, simak hadist dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ

Sesungguhnya Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah kepada hamba-Nya.” (HR. Tirmidzi no. 2819 dan An Nasai no. 3605. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih) -https://rumaysho.com  


Bagaimana sebetulnya maksud dari melihat tampaknya bekas nikmat Allah? Menurut syaikh Muhammad Al Utsaimin, tetap sederhana dalam kehidupan sehari-hari, dalam berpakaian, makan dan minum sekalipun kita mampu mendapatkan barang-barang mewah. Yang perlu digaris bawahi adalah tidak menyembunyikan nikmat bahwa kita memang mampu mendapatkan barang di atas itu semua. Apa artinya? Bahwa nikmat yang kita peroleh itu tampakkan dengan memberikan kebermanfaatan untuk orang lain. Bila nikmatnya berupa harta berlebih, maka berbagilah dari harta itu kepada orang yang membutuhkan. Bila nikmatnya berupa ilmu, maka berbagilah pengetahuan itu, menjadi bagian dari dakwah kepada orang lain dalam bentuk kebaikan lisan atau tulisan.


Maka wajib rasanya bagi kita, orang tua, untuk terus menumbuhkan rasa tawadhu' terhadap apa yang kita miliki saat ini. Jauhkan dari sifat boros. Bisa dimulai dari pakaian. Saatnya melihat lagi isi lemari kita. Dan ini indikator yang saya gunakan, bahwa pakaian itu sudah tidak boleh ada di lemari lagi:

1. Adakah pakaian yang memang tidak pernah digunakan dalam enam bulan terakhir?

2. Adakah pakaian yang sudah kekecilan? Sobek karena bahan kian tipis?


Gunakan satu prinsip : Masuk satu keluar satu


Artinya kalau Anda membeli satu pakaian baru, maka keluarkan satu pakaian dari lemari, sumbangkan. Membeli satu gamis, keluar satu gamis. Lalu tularkan pada anak-anak, kenalkan, ajarkan dan jadikan tauladan yang baik bagi mereka. Karena anak-anak itu lebih mudah meniru dari pada mendengarkan. 

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar

Jejaring Sosial