6. Saatnya beraksi untuk solusi

6. Saatnya beraksi untuk solusi

“Jangan pernah meragukan sekelompok kecil warga negara yang penuh perhatian dan berkomitmen dapat mengubah dunia; memang, itu satu-satunya yang pernah ada.”-Margaret Mead (antropolog budaya, Amerika)


Sederhananya tuh, jangan pernah meremehkan apa pun yang dilakukan dengan komitmen tinggi oleh orang lain. Dengan berkomitmen aja sudah sesuatu yang luar biasa tantangannya, apa lagi kemudian menghasilkan sesuatu yang bisa bermanfaat untuk diri sendiri hingga lingkungan sekitar.


Berkomitmen itu ga cuma sekedar niat dalam hati tapi betul-betul butuh kemauan dan kesungguhan. Komitmen tak hanya bicara soal motivasi diri, namun kebutuhan menemukan lingkungan yang bisa membawa kebaikan pun bisa mendorong kita untuk bisa tetap berkomitmen. Bila belum menemukan lingkungan yang kita butuhkan, maka saatnya kita beraksi untuk sebuah solusi. Ciptakan lingkungan itu sendiri. Dimulai dari keluarga. 


Melanjutkan proses belajar membuat sebuah projek keluarga, kali ini kita memasuki langkah ke enam setelah sebelumnya bisa dicek di sini . Menyelami proses belajar itu emang ada plus minus main bareng dengan keluarga atau orang yang sevisi dengan kita. Dan kali ini, saya ajak main anak-anak untuk melanjutkan proses bermain projeknya. Setelah sebelumnya kami sudah mengidentifikasi aksi yang akan dilakukan, di tahap ini saatnya aksi menjadi sebuah solusi. Dan kami memulainya  dengan solusi untuk keluarga kami terlebih dahulu sebagai pilot projectnya (prothotype). 


Kalau mamak mengikuti proses kami belajar membangun sebuah perjalanan projek keluarga di sini, tentu sedikit banyak tergambar apa yang sedang kami lakukan selama ini. Usut punya usut, ternyata kami sedang dikenalkan dengan yang namanya design thinking loh.  Duh, kok berat banget sih mau bikin seseruan bareng keluarga aja harus ngedisain pikiran gitu. Ssssttt… jangan mikir susah bin ribet dulu. Nge disain ini sebaiknya dilakukan bila ingin membangun sebuah kerjasama tim dan projek bersama. Saya merasakan sendiri bagaimana runutan berpikir itu banyak sekali membantu dalam menjalankan proses.


Design thinking itu memiliki lima tahapan awal. Yang tiga tahapannya sudah kami lakukan dan ceritakan di sini


Sebelum masuk ke lima tahapan itu, apa sih sebetulnya design thinking itu ya? Kok kayaknya jauh dari jangkauan mamak-mamak gituuu…


Apa sih Design Thinking itu?

Design thinking itu biasa digunakan untuk memecahkan masalah dengan cara yang kreatif dan fokus pada manusia sebagai pengguna. Ini menarik loh, karena kita belajar untuk fokus pada solusi bukan pada hal lain. Kalau tak pikir –pikir, ternyata di perkuliahan kali ini, kami diajarkan untuk memiliki kemampuan design thingking yang baik. 


Apa saja yang dbutuhkan untuk bisa menambah pengetahuan tentang design thinking. Yuuk, kita belajar bareng.


1. Berempati pada pengguna

Ini dibutuhkan agar tantangan yang sedang dihadapi bisa dirasakan kelak manfaatnya oleh penerima manfaat alias pengguna projek kita. Jadi kita mendudukkan tantangan kalau kita sebagai pengguna, sehingga akan muncul, "oh, seperti ini toh kebutuhannya pengguna." Ikut merasakan apa yang dirasakan si pengguna projek yang akan kita tawarkan.


Di projek kali ini, kami, saya dan anak-anak, berusaha menaikkan rasa empati pada posisi ayah terhadap teknologi kekinian melalui gadget. Selama pandemi nyaris dua tahun ini, saya dan anak-anak nyaris beraktivitas di depan layar semua. Kami berjibaku dengan pemanfaatan ragam teknologi melalui gadget dan leptop. Namun ayah, yang terbiasa 'tahu beres' soal teknologi saat akan tampil, mulai terasa butuh dan mendekat dengan teknologi. Dimulai dari teknologi terdekat, gadget.


Maka yang tahun ini memang rencana menjalankan projek ayah yang lain, kami putar haluan. Kami jadikan tantangan ini untuk membuatkan support system bagi para baby boomer dan gen X yang memiliki tantangan sama seperti ayah. Dan sepakat untuk mengangkat tantangan ini bersama. 


2. Susun data dan menginterpretasikannya

Setelah bersepakat, kami mulai belajar menurunkan dengan menuliskan apa saja yang menjadi prioritas kebutuhan ayah terkait teknologi. Setelah dituliskan, waw, banyak memang siih, tapi tetap kami pilihkan yang menjadi prioritas ayah terlebih dahulu, minimal yang bisa diakses dari gadget. 


3. Mengumpulkan ide atau solusi

Hari berikutnya, saatnya anak-anak yang mengajukan banyak ide dan cara kepada saya sebagai manaer program. Namanya anak milenial yekaan, ga cuma banyak tapi juga sesuatu yang baru buat saya. Hahaha. Akhirnya saya kembalikan dari yang paling mendasar dulu kebutuhannya untuk ayah. Minimal setelah ayah kita buat support systemnya, ayah bisa tampil maksimal tanpa banyak bantuan dari kita, secara online dan offline.


4. Buat prototype

Yes, ayah bersedia menjadi pilot project nya untuk tahun ini. Kami buat tahapan belajarnya untuk kebutuhan belajar oran-orang yang memiliki tantangan seperti ayah. Kami uji coba pada ayah terlebih dahulu.  Sstt... selama ayah main dan belajar bareng anak-anak terkait program ini, ternyata eyang uti, saudara dan om pun mau ikutan loh. Mereka punya tantangan yang sama. 


img-1635311474.jpg


5. Buat test pada pelanggan

Kalau yang ini, belum kami lakukan ya mak. Kami masih fokus pada prorotype dulu. Sampai kami tahu betul mana yang harus diperbaiki dalam satu siklus pembelajaran. Ngajarin orang-orang yang memliki rasa khawatir tinggi, takut salah mencet ini itu, bingung kalau tampilan layar gagdet tiba-tiba berubah tuuuh, sesuattu banget. Stok sabar perlu diperbanyak. Tapi anak-anak menikmati banget. Karena waktu kebersamaan dengan ayahnya makin bertambah dan bermakna. Belajarnya bisa dimana saja. Seringnya diluar jam yang telah disepakati bersama. Entah itu di mobil atau bahkan di warung makan.


Buat saya, ini menarik dan beneran terstuktur. Membantu orang yang seperti saya, yang kalau saat bicara, untuk tidak melompat-lompat. Nah, kita bisa membuatnya jauh lebih mudah tuh seperti ini, dibuat pembagian tugas, apa yang akan dilakukan dan agenda rencananya seperti apa.


img-1634657757.jpg


Buat to do listnya. Untuk to do list, semenjak anak SMA, kami sudah menggunakan google calender untuk mencatatkan hal penting. Kalender itu di sycn kan ke email kami semua, jadi semua bisa mengetahui aktivitas satu sama lain, termasuk kapan slot kosong untuk jalan-jalan bareng. Walau sudah pakai kalender pada google, tetep yaa, saya mah pake papan tulis di lorong keluarga, yang isinya mirip-mirip seperti ini kalau sedang ada projek keluarga. :

img-1634658100.jpg


Lalu cari, aplikasi apa yang bisa membantu terlaksananya projek. Nah, untuk aplikasi saya dan suami banyak terbantu dari referensinya Azka dan Ailsa. Selain menggunakan google calender untuk to do list bersama, kami juga menggunakan Notion Untuk menyimpan banyak file dan rencana bersama/pribadi.


img-1634658143.jpg


Dengan dibuatnya langkah-langkah seperti di atas, memudahkan saya dan tim di rumah untuk melanjutkan proses aksi untuk solusi yang kami tawarkan. Jangan pernah meremehkan peran yang ada dalam setiap kita ya, mak. Percaya deh, tak ada peran kecil kecuali memang kita mengijinkan diri kita untuk tetap mengecilkan peran tersebut.

#jurnal 6

Sumber : https://azkail.com/6-saatnya-beraksi-untuk-solusi-detail-438943