Home / Artikel Ternyata Begini Rasanya Mencintaimu

Ternyata Begini Rasanya Mencintaimu

Ternyata Begini Rasanya Mencintaimu

Parenting

Rabu, 08 November 2017

Sejak mengikuti komunitas ini, hati dan pikiran terasa segar bak menghirup udara bersih di pagi hari, tanpa polusi. Komunitas yang baru setahun belakangan ini ku kenal yang memberikan ruang untuk semua calon ibu dan para ibu untuk terus belajar dan memperbaiki diri menjadi lebih baik. Sebuah komunitas yang diprakarsai oleh ibu Septi Peni dan suami beliau, pak dodik ini telah membuka jalan bagi ribuan kaum perempuan untuk belajar menjadi ibu profesional.

Cara yang digunakan terbilang unik, karena menggunakan fasilitas yang terdekat dan paling mudah pemanfaatannya, yaitu media online. Menggerakkan para calon ibu dan ibu yang ada di seantero dunia yang bisa menjangkaunya melalui pembelajaran kelas online. Code of Conduct kelas online telah dibuat dan disosialisasikan ke seluruh member yang mungkin berjumlah ratus ribu, entahlah. Yang jelas, saya makin mencintai karena berada di komunitas ini. 

Kondisi berbagi kebaikan juga dibiasakan dalam komunitas ini. Apapun yang yang bisa dan miliki, berbagilah, karena itu tak kan mengurangi apapun yang kau miliki, justru semakin banyak berbagi, semakin melimpah berkah apa yang kan didapat kelak. Tak hanya ilmu parenting, ilmu lain yang bisa menaikkan kompetensi kaum perempuan pun berseliweran di komunitas Termasuk malam ini, giliran kami yang mendapat kesempatan menerima kucuran ilmu luar biasa terkait kepenulisan, yaitu tentang editing tulisan/naskah. Sesuatu yang sangat dibutuhkan bagi saya dan ibu-ibu lain yang menyukai dunia tulis menulis. 

Materi diberikan secara online melalui WAgrup, dipandu oleh koordinator pusat dan diisi oleh editor kenamaan, yang telah berpengalaman. Sang editor yang saat ini tinggal di Surabaya, menjadi editor ini berawal dari dikenalnya ia di kalangan teman-temannya suka membaca dan menulis. Sehingga ketika pertama kali ada yang mengajak untuk menjadi editor, diambillah kesempatan ini, sekalipun harus pindah ke Surabaya. baginya, menjadi seorang editor itu, diperlukan tak hanya kejelian 'mencari kesalahan penulis', namun juga harus memiliki pengetahuan dan keilmuan terkait kepenulisan.

Dari mana ia bisa mendapatkan pengetahuan dan keilmuannya itu? Ternyata kuncinya hanya satu, perbanyak membaca dan menulis. Perbanyaklah membaca buku-buku terbitan mayor. Karena editannya sudah pasti bagus dari pada penerbit kecil. Ini akan mengasah insting berbahasa kita juga, begitu penjelasannya. Dengan membaca dan menulis, selain akan menambah kosa kata kita, juga akan mengasah kemampuan kita untuk belajar mengkoreksi tulisan. Jangan lupa untuk selalu mengupgrade pengetahuan kita terkait ilmu kepenulisan, minimal tahu apa itu EBI/EYD.

Mengapa? karena menjadi seorang editor yang tugasnya menyunting naskah itu membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Memastikan kalau tulisan itu runut, kalimat-kalimatnya efektif sehingga enak dibaca. Bila ditemukan ada yang harus diedit, maka disinilah saatnya editor berdiskusi dengan penulis untuk melakukan perubahan tanpa menghilangkan maksud dan tujuan penulis. Seru sepertinya ya.

Bila memperhatikan diskusi malam tadi, ada satu hal menarik di sini. Bahwa ternyata menjadi seorang editor itu bisa dilakukan di mana saja. Selama bisa mengatur waktu dan tanggung jawab selesai pada waktunya. Bagi beliau yang sudah menjadi fulltime husband (begitu beliau menyebut dirinya), untuk menjadi seorang editor, perbanyaklah pengalaman dalam CV kita terkait kepenulisan. Entah dengan menelurkan buku atau menulis banyak tulisan berbobot di blog. Tak ada salahnya bila kemudian mengajukan diri ke penerbit untuk menjadi editor. Sstt...tahukan berapa fee yang akan diterima seorang editor? Dihitungnya perlembar loh, mulai dari Rp 5.000-Rp 15.000. Asyik ya. Tapi harga itu menentukan kualitas loh, semakin tinggi harganya, artinya, semakin dipercayalah kita oleh penerbit.

Malam ini tidur tambah nyeyak karena baru saja mendapatkan ilmu baru. Tak sabar rasanya menunggu esok malam untuk mendapatkan ilmu lagi terkait the power of question.

Ah, ternyata begini rasanya mencintaimu. 

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar

Jejaring Sosial