Home / Artikel 10 Alasan Mengapa Harus Mengenalkan Fitrah Seksualitas pada Anak

10 Alasan Mengapa Harus Mengenalkan Fitrah Seksualitas pada Anak

10 Alasan Mengapa Harus Mengenalkan Fitrah Seksualitas pada Anak

Parenting

Selasa, 09 Januari 2018

Alasan ke 1-Bahaya Fitnah Akhir Zaman



Diskusi parenting di kelas kali ini sangat-sangat luar biasa. Tak hanya materinya saja yang menggelitik, namun cara kami belajar pun mengalami lompatan dari 10 level sebelumnya. Kali ini materi yang akan kami diskusikan mengenai fitrah seksualitas.  Sesuatu yang saat saya kecil atau mungkin hingga saat ini, tabu dibicarakan, didiskusikan apalagi dikenalkan pada anak. Ya, dua minggu ke depan, kami akan berdiskusi tentang itu. Cara kami belajarpun makin seru. Karena saat ini kami diminta untuk membuat kelompok dan setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya tentang fitrah seksualitas tadi di kelas. Cara kreatif untuk membuat semua peserta belajar. Mau ga mau yang tadinya tidak aktif, hanya menyimak atau sekedar sillent reader pun bersuara. Saya suka.


Diskusi dibuka oleh kelompok pertama, dan langsung disuguhi data yang menohok seperti ini :

img-1515500376.jpg

Ngeri ya mak, dan itu ada di tengah-tengah kita, mak. Belum lagi laporan dari dinas kesehatan kota Bogor. Ada 39 titik berkumpulnya LGBT. Ya Allah...penyuka sesama jenis ini semakin banyak dan menjamur. Mereka sudah tidak malu-malu lagi memperlihatkan perilakunya di muka umum. Saya tak perlu mengupas lebih jauh bahwa sebetulnya, jauh sebelum kita lahir pun, kaum penyuka sesama jenis ini sudah ada. Dan itu termaktub jelas dalam Al quran plus adzabnya. Ngeri. Yang kami diskusikan untuk melindungi keluarga dan generasi kita adalah dengan mengenalkan fitrah seksualitasnya. 

Tantangan saat ini bisa kita rasakan. Mulai dari pengaruh lingkungan yang tidak sesuai dengan pola pengasuhan sampai dengan terpaparnya LGBT di sekitar kita. Tak hanya tantangan eksternal, dari internal keluarga inti kita pun kadang muncul. Contoh Belum berperan aktifnya ayah ibu sesuai dengan gendernya dalam menangani anak. Oleh karena itu, penting sekali membentengi anak-anak kita dengan pondasi agama, mengenalkan fitrahnya dengan kerja sama yang baik antara ayah dan ibu. 

Sebetulnya, apa sih fitrah seksualitas itu? Fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bersikap sesuai dengan gendernya. Bila ia berjenis kelamin perempuan, maka bersikap, bertindak lah seperti seharusnya seorang perempuan. Demikian juga laki-laki. Pendidikan fitrah seksualitas ini dimuali sejak bayi hingga aqil baligh.  Dan pertumbuhan serta perkembangannya sesuai dengan peran aktif dari ayah dan ibunya. 

Maka ingatlah selalu, mak. Bahwa :

1. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sesuai dengan fitrah dan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini.

2. Setiap orang tua, diberi tanggung jawab untuk mendidik titipan Allah, anak.  Maka tumbuhkembangkan-lah fitrah seksualitasnya sesuai dengan fitrahnya.

3.  Anak itu memiliki haknya. Maka berikanlah sesuai haknya, fitrah sebagai perempuan atau laki-laki.

4. Jika fitrah seksualitas tak diberikan sesuai dengan ketentuanNya, maka akan membuahkan masalah saat dewasa kelak. Berdasarkan hasil riset, anak-anak yang tidak mendapatkan peran orangtua (karena perang, bencana alam, perceraian, dll) akan mengalami gangguan kejiwaan, masalah sosial dan seksualitas saat dewasa. LGBT adalah perilaku yang diakibatkan salah asuh (psycho genic) dan salah budaya atau lifestyle (socio genic).

Maka, didiklah anak kita dengan pondasi agama yang kokoh. Ayah dan ibunya harus terus belajar. Yuk, kita lihat lagi, apa sih fitrah seksualitas pada anak.


img-1515501740.jpg

Diskusi kami siang itu ditutup dengan tanya jawab. Diskusi yang menarik. Berikut saya kutip langsung dari hasil diskusi kami. Selamat membaca.

1⃣ Pertanyaan:
Untuk kasus orang tua yg LDR, suami hanya pulang tiga bulan sekali, bagaimana agar anak tetap mendapatkan pendidikan seksualitas dari ayahnya?

Jawaban:
1. Senantiasa menjadikan ayah sebagai pengambil keputusan utama untuk setiap keputusan besar berkaitan dengan anak.
2. Membuat agenda "private time" / "a day with father" dimana si anak menghabiskan waktu berdua dengan ayahnya. Jika ada lebih dr satu anak, bergantian jadwalnya
3. Memanfaatkan teknologi untuk tetap bisa berkomunikasi selama LDR, misal video call, instant message, dll
4. Meluangkan waktu untuk mengurus anak-anak dengan tangannya
5. Ayah secara langsung mengawasi dan mengevaluasi pencapaian pendidikan Sholat dan Al Qur'an anak-anak
6. Ortu mengikatkan hati lewat tazkiyatunnafs dan doa agar Allah sebaik-baik penjaga
7. Memunculkan sosok ayah dari kakek, paman, guru sekolahnya atau guru mengajinya, imam Mushola dll

Secara teori dan konsep memang kehadiran ayah dan ibu adalah yang paling ideal. Namun demikian memang ada kondisi tertentu, dimana figur ayah tidak hadir tapi anak masih bisa tumbuh menjadi orang besar. Adapun kuncinya, memang keshalihan orang tua (bagaimana orang tua menjaga hubungan dengan Allah dan tazkiyatunnafs). Hal ini diteladankan oleh ibunda Siti Hajar yang ditinggal nabi Nabi Ibrahim as namun Nabi Ismail as tetap tumbuh jadi anak shalih. Demikian jg teladan ibunda ulama besar Rabi'ah bin Abi 'Abdirrahman yang ditinggal suaminya ikut perang di masa Bani Umayyah serta ibunda para ulama lainnya..

Wallahu'alam bi shawwab 

2⃣ Pertanyaan:
Bagaimana realnya cara mendekatkan anak lebih ke ibu atau ke ayah pada usia 7-10 dan 11-14 dimana kehadiran ayah dan ibu sama setiap harinya.. seperti yang ada dalam kurikulum dijelaskan untuk mendekatkan ke salah satu gender sesuai usia.

Kehadiran ortu sm setiap harinya memang harus semestinya tapi disini lebih kepada kelekatan, bisa diciptakan "private time" dengan anak selain itu

Jawaban :
Berikut jawaban yang kami rangkum dari Fitrah Based Education V2.5 yaa: 

Usia 7-10 tahun
Untuk usia 7-10 tahun, anak laki-laki:
1. sudah dibiasakan shalat berjamaah di masjid bersama ayah
2. ikut dalam peran sosial dengan ayahh, misal berinteraksi dengan bapak2 di RT (seperti rasulullah Saw usia 8 tahun juga sudah diajak sang kakek di majlis pembesar Quraisy)
3. Ayah menjelaskan tata cara mandi wajib dan konsekuensi memiliki sperma bagi laki2 (termasuk beda mani, madzi, Wadi) 

Sedangkan anak perempuan usia 7-10th, kedekatan dengan ibunya terkait belajar peran merawat dan melayani, misalnya bisa dimulai dari:
1. menyiapkan masakan untuk keluarga,
2. membuatkan minuman saat ayah pulang kerja,
3. beberes merapihkan rumah,
4. Ibu menjelaskan terkait konsekuensi adanya rahim dan sel telur (mungkin termasuk peristiwa haid tiap bulan)

Usia 10-14 tahun
Anak lelaki didekatkan ke ibu agar seorang lelaki di masa balighnya yang tertarik dengan lawan jenis memahami empati, bagaimana lawan jenis harus diperhatikan, dipahami, diperlakukan dari kacamata perempuan. Intinya, ibu harus jadi sosok perempuan ideal pertama, sekaligus tempat curhat baginya. Tanpa kedekatan dengan ibu pada tahapan ini, anak lelaki tidak akan pernah memahami perasaan, pikiran dan penyikapan terhadap perempuan dan istrinya kelak. Tanpa peran ibu, anak lelaki akan tumbuh menjadi lelaki dewasa atau suami yang kasar, egois.
Kalau dari kami, contoh realnya sih mungkin ibu bisa jadi teman ngobrol yang seru, bisa juga melibatkan anak lelaki dalam meminta pendapat terkait sesuatu keputusan/masalah.

Nah, untuk anak perempuan harapannya didekatkan pada ayah agar di masa balighnya yang mengenal ketertarikan pada lawan jenisnya, memahami secara empati langsung bagaimana lelaki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata lelaki. Ayah harus jadi sosok lelaki ideal pertama baginya sekaligus tempat curhatnya. Tanpa kedekatan dengan ayah pada tahapan ini, anak perempuan berpeluang besar menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki lain yang dianggap dapat menggantikan sosok ayah yang hilang di masa lalu.
Kalau dari kami, ayah bisa berperan dalam jadi teman curhat terkait lawan jenis, mengetahui aktivitas putrinya bergaul sama siapa, tidak memberikan izin bepergian putrinya tanpa mahram, bisa memberikan masukan jika ada pergaulan yang keliru, dsb.

Wallahu'alam bi shawwab

3⃣ Pertanyaan:
Bagaimana dan kapan waktu yang tepat menyampaikan tanda baligh pada anak anak

Jawaban :
Pertama, bagaimana dan kapan waktu yang tepat sebenarnya tergantung bagaimana dan kapan kesiapan ilmu dari orang dahulu yang paling utama, baik itu ilmu syar'i (dari tinjauan agama),  informasi akurat serta kesiapan mental orang tua. 

Kedua, mengamati kesiapan, situasi, kondisi dan perkembangan anak. Kalau misalnya anak perempuannya di usia 8 tahun sudah haid, maka harus segera di "sounding" terkait konsekuensi sel telur, fungsi rahim, tata cara mandi wajib..
Atau di usia 9 tahun, anak curhat kalau temannya mimpi basah. Orang tua perlu memberikan informasi yang shahih terkait ini.

Kalau di buku Fitrah Based Education v2.5, di usia 7-10 tahun sudah dipersiapkan.. 
InsyaAllah orang tua lebih tahu "golden Time", bisa dari: pengamatan, komunikasi   memanfaatkan situasi seperti anak bertanya, curhat dari teman atau lihat berita, dll. 

Wallahu'alam bi shawwab

4⃣ Pertanyaan:
Kalau masih boleh bertanya mbak, sjak usia berapa anak-anak perlu benar-benar dipahamkan tentang gender dirinya? Bagaimana menjelaskan tentang lgbt kepada anak-anak dengan bahasa yang mudah mereka pahami? Dan menekankan kpd mereka bahwa itu tindakan menyimpang dan jangan sekali-kali mengikutinya?

Jawaban :
Dari beberapa referensi yang dibaca, umumnya anak sudah harus mengetahui dia perempuan atau laki-laki secara tegas di usia 3-6 tahun. Terkait ciri, cara bersikap, berpakaian, tata cara ibadah sesuai jenis kelamin tentunya sudah mulai dikenali dan dipahami anak.

Terkait penyampaian LGBT, memang kembali kesiapan ilmu dari orang  tua, kondisi anak (perkembangan, usia, kemampuan nalar anak, dsb). Kalau kami pribadi lebih menyarankan bisa dengan berkisah, seperti  kisah  Nabi Luth as dan kaum Sodom yang diadzab, penciptaan nabi Adam as dan Hawa, kisah teladan lainnya. Aktifitas lainnya bisa dengan tadabbur Quran atau kajian terkait ini dalam halaqoh keluarga. 

Wallahu'alam bi shawwab

Tak hanya bersandar pada Allah semata sat kita melepas anak-anak ke luar rumah, doa dan usaha untuk mengenalkan dan memberikan hak fitrah seksualitasnya pun tetap menjadi tanggung jawab kita, orang tuanya.

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar

Jejaring Sosial